Senin, 05 April 2010

balanced scorecard

BALANCED SCORECARD


 Sejarah Balanced Scorecard
Balanced Scorecard merupakan sistem manajemen strategis yang
dikembangkan pertama kali pada tahun 1992 oleh Robert S. Kaplan dan David P.
Norton dalam bukunya “Translating Strategy Into Action, The Balanced
Scorecard”. Balanced Scorecard diciptakan untuk mengatasi problem tentang
kelemahan sistem pengukuran kinerja yang berfokus pada aspek keuangan.
Selanjutnya, Balanced Scorecard mengalami perkembangan implementasinya,
tidak hanya sebagai alat pengukur kinerja namun meluas sebagai pendekatan
dalam penyusunan rencana strategik.
Balanced Scorecard merupakan suatu metode penilaian yang mencakup
empat perspektif untuk mengukur kinerja perusahaan, yaitu perspektif finansial,
perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal, perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan. Balanced Scorecard menekankan bahwa pengukuran keuangan dan
nonkeuangan harus merupakan bagian dari informasi bagi seluruh pegawai dari
semua tingkatan bagi organisasi. Tujuan dan pengukuran dalam Balanced
Scorecard bukan hanya penggabungan dari ukuran-ukuran keuangan dan
nonkeuangan yang ada, melainkan hasil dari suatu proses strategi dari suatu unit.

1. Definisi dan Konsep Balanced Scorecard
Balanced Scorecard terdiri dari dua kata, yaitu kartu skor (scorecard) dan
berimbang (balance). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat
skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk
merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh personel di masa depan.
Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan personel di masa depan
dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Sedangkan kata berimbang
dimaksudkan untuk menunjukan bahwa kinerja personel diukur secara seimbang
dari dua aspek : keuangan dan nonkeuangan, jangka pendek dan jangka panjang,
internal dan eksternal. Oleh karena itu, jika kartu skor digunakan untuk
merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan, personel tersebut
harus memperhitungkan keseimbangn antara pencapaian kinerja keuangan dan
nonkeuangan, antara kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang, serta
antara kinerja yang bersifat intern dan kinerja yang bersifat ekstern. (Mulyadi,
2001: 1-2). Pengertian Balanced Scoreard telah banyak didefinisikan oleh banyak
ahli. Para ahli masing-masing memberikan pendapat yang agak berbeda namun
semua maksudnya sama. Adapun diantaranya adalah sebagai berikut:
Menurut Atkinson, Banker, Kaplan, Young, definisi Balanced Scorecard
adalah “A measurement and menagement system that views a business units
performance for four perspective: Financial, Customer, Internal Bisiness Process,
Learning and Growth”, yang berarti pengukuran dan sistem manajemen penilaian
kinerja dengan empat aspek, yaitu: aspek keuangan, aspek pelanggan, aspek
proses bisnis internal, serta aspek pembelajaran dan pertumbuhan (Kaplan, et. All,
2000: 7).
Dalam pendekatan Balanced Scorecard, pengukuran kinerja didasarkan
pada keuangan maupun non keuangan. Aspek non keuangan mendapatkan
perhatian yang cukup serius karena pada dasarnya peningkatan kinerja keuangan
bersumber dari aspek non keuangan yaitu bagaimana unit usaha tersebut
menciptakan nilai terhadap pelanggan yang ada sekarang dan masa yang akan
datang dan bagaimana unit usaha tersebut harus meningkatkan kemampuan
internalnya serta investasi pada manusia, sistem, prosedur, yang dibutuhkan untuk
memperoleh kinerja yang baik di masa yang akan datang. Biasanya pengukuran
non keuangan lebih digunakan dalam tingkat operasional yang langsung
berhubungan dengan pelanggan, yaitu pada jenjang bawah dan menengah struktur
organisasi.
Balanced Scorecard menerjemahkan visi dan strategi organisasi kedalam
seperangtkat ukuran yang menyeluruh yang memberi kerangka kerja bagi
pengukuran dan sistem manajemen strategis (Kaplan dan Norton, 2000: 9). Jika
visi dan strategi dapat dinyatakan dalam bentuk tujuan strategis, ukuran-ukuran
dan target yang jelas, yang kemudian dikomunikasikan kepada setiap anggota
organisasi, diharapkan setiap anggota organisasi dapat dimengerti dan
mengimplementasikannya agar visi dan strategi organisasi tercapai.
Yang menarik dari konsep Balanced Scorecard adalah bahwa komponen
yang ada dalam Balanced Scorecard dirancang untuk saling mendukung satu
sama lain dan merupakan hubungan sebab akibat untuk mengindikasikan prospek
perusahaan, baik yang sedang berjalan maupun di masa yang akan datang.
Melalui Balanced Scorecard memungkinkan mereka mengukur apa yang
telah mereka investasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem,
dan prosedur demi perbaikan kinerja di masa yang akan datang. Balanced
Scorecard juga memungkinkan para manajer menilai apa yang telah mereka bina
didalam aktiva tak berwujud, seperti merk dan loyalitas pelayanan.
Konsep Balanced Scorecard adalah suatu konsep pengukuran kinerja yang
memberikan kerangka komprehensif untuk menjabarkan visi kedalam sasaran-
sasaran strategik. Sasaran strategik yang komprehensif itu dapat dirumuskan
kedalam Balanced Scorecard. Karena Balanced Scorecard menggunakan empat
perspektif yang satu sama lain saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan.
Keempat perspektif tersebut juga merupakan indikator pengukuran kinerja yang
saling melengkapi dan saling memiliki hubungan sebab akibat (Mulyadi, 2001, 7).
Pada umumnya, sistem manajemen tradisional berfokus pada anggaran
(budgets), sehingga pelaksanaan strategi perusahaan sangat tergantung pada
anggaran yang tersedia. Hal ini berbeda dari sistem manajemen strategis Balanced
Scorecard yang berfokus pada proses-proses manajemen strategis, sehingga
strategi perusahaan melalui Balanced Scorecard diterjemahkan menjadi tindakan-
tindakan yang terarah. Sebagai konsekuensi dari perbedaan praktek sistem
manajemen tradisional dan sistem manajemen strategis Balanced Scorecard,
pelaporan pada sistem manajemen tradisional semata-mata digunakan sebagai alat
pengendalian (control reporting), sedangkan pelaporan pada system manajemen
strategis Balanced Scorecard digunakan sebagai alat strategis (strategis
reporting). (Vincent Gasperz, 2005 : 9-11).

2. Perkembangan Balanced Scorecard
Pada tahap awal perkembangannya, Balanced Scorecard ditujukan untuk
memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Sebelum tahun 1990-an,
eksekutif hanya diukur kinerja mereka dari perspektif keuangan saja, sebagai
akibatnya fokus perhatiannya hanya dicurahkan untuk mewujudkan kinerja
keuangan. Sehingga terdapat kecenderungan untuk mengabaikan kinerja non
keuangan, seperti kepuasan pelanggan, produktifitas, dan cost effectivitness
process yang digunakan untuk mengahasilkan produk dan jasa, keberdayaan dan
komitmen karyawan dalam menghasilkan produk dan jasa bagi kepuasan
pelanggan.
Karena ukuran kinerja keuangan mengandalkan informasi yang dihasilkan
dari sistem informasi berjangka pendek, maka pengukuran kinerja yang berfokus
keuangan mengakibatkan eksekutif lebih memfokuskan perwujudan kinerja
jangka pendek.
Pada tahun 1990 Nolan Norton Insitute, bagian riset kantor akuntan publik
KMPG di USA yang dipimpin oleh David P.Norton mensponsori studi tentang
“Pengukuran Kinerja dalam Organisasi Masa Depan”. Studi ini didorong oleh
kesadaran bahwa pada waktu itu ukuran kinerja keuangan yang digunakan oleh
semua perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif tidak lagi memadai.
Balanced Scorecard digunakan untuk menyeimbangkan usaha dan perhatian
eksekutif ke kinerja keungan dan non keuangan, serta kinerja jangka pendek dan
jangka panjang. Hasil studi tersebut diterbitkan dalam sebuah artikel berjudul
“Balanced Scorecard: measure that drive performance”. Dalam Havard Business
Review (Januari-Pebruari 1992). Hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa untuk
mjengukur kinerja eksekutif di masa depan diperlukan ukuran komperhensif yang
mencakup empat perspektif: yaitu finansial, kepuasan pelanggan, bisnis internal,
pertumbuhan dan pembelajaran, agar keberhasilan keuangan yang diwujudkan
perusahaan bersifat jangka panjang.
Mulai pertengahan tahun 1993, Renaissance Solution Inc. (RSI) sebuah
perusahaan konsultasi yang dipimpin oleh David P. Norton menerapkan Balanced
Scorecard sebagai pendekatan alat ukur kinerja, namun berkembang menjadi inti
sistem manajemen strategik. Balanced Scorecard telah mengalami perkembangan
pesat selama satu dekade sejak diujicobakan pertama kali tahun 1990. Pada tahun
2000, Balanced Scorecard telah menjadi inti manajemen strategic tidak hanya
bagi eksekutif, namun bagi seluruh personel perusahaannya, terutama pada
perusahaan yang telah memanfaatkan secara intensif teknologi informasi dalam
operasi bisnisnya. Balanced Scorecard memberi kerangka yang jelas dan masuk
akal bagi seluruh personel untuk menghasilkan kinerja keuangan melalui
perwujudan berbagai kinerja non keuangan (Mulyadi, 2001: 2-10).

3. Perspektif Balanced Scorecard
Balanced Scorecard menyediakan satu instrument bagi manajer untuk
mengemudikan perusahaan kepada keberhasilan persaingan masa depan.
Balanced Scorecard juga memungkinkan perusahaan untuk mencatat hasil kinerja
finansial sekaligus membantu kemajuan perusahaan dalam membangun
kemampuan dan mendapatkan aktiva tak berwujud yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang. Kaplan dan Norton (2000 :
48) menyajikan keseimbangan tujuan yang ingin dicapai perusahaan dalam bentuk
system ukuran kinerja strategik yang mencakup empat perspektif, yaitu:

1. Perpektif Finansial
Dalam Balanced Screcard kinerja keuangan tetap menjadi
perhatian, karena ukuran keuangan merupakan suatu ikhtisar dan
konsekuensi ekonomi yang terjadi yang disebabkan oleh keputusan dan
ekonomi yang diambil.
Ukuran kinerja keuangan menunjukkan apakah strategi, sasaran
strategik, dan implementasinya mampu memberikan kontribusi dalam
menghasilkan laba bagi perusahaan, tiga tahapan siklus kehidupan bisnis
yaitu :
a. Pertumbuhan (Growth)
Growth adalah tahap pertama dan tahap awal dari siklus
kehidupan bisnis. Pada tahap ini suatu perusahaan memiliki
produk atau jasa yang secara signifikan memiliki tingkat
pertumbuhan yang baik sekali atau paling tidak memiliki
potensi untuk berkembang baik.
Perusahaan dalam tahap ini mungkin secara aktual
beroperasi dalam arus kas yang negatif dari tingkat
pengembalian atas modal investasi yang rendah. Sasaran
keuangan dari bisnis yang berada pada tahap ini seharusnya
menekankan pengukuran pada tingkat pertumbuhan
penerimaan atau penjualan dalam pangsa pasar yang
ditergetkan.
b. Bertahan (Sustain Stage)
Sustain Stage merupakan suatu tahap di mana perusahaan
masih melakukan investasi dengan mempersyaratkan tingkat
pengembalian yang terbaik. Dalam hal ini perusahaan berusaha
mempertahankan pangsa pasar yang ada dan
mengembangkannya apabila mungkin. Secara konsisten pada
tahap ini perusahaan tidak lagi bertumpuk pada strategi-strategi
jangka panjang. Sasaran keuntungan pada tahap ini diarahkan
pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang
dilakukan.
c. Menuai (Harvest)
Tahap ini merupakan tahap kematangan, di mana
perusahaan melakukan panen terhadap investasi yang dibuat
pada tahap sebelumnya. Perusahaan tidak lagi melakukan
investasi lebih jauh kecuali hanya untuk pemeliharaan
peralatan dan perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan
ekspansi atau membangun suatu kemampuan baru. Tujuan
utama dalam institusi yang mampu berkreasi diperlukan
keunggulan di bidang keuangan. Melalui keunggulan di bidang
ini, organisasi menguasai sumber daya yang sangat diperlukan
untuk mewujudkan tiga perspektif strategi lain yaitu perspektif
pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan.

2. Perspektif Pelanggan

Perspektif pelanggan dalam Balanced Scorecardmengidentifikasikan bagaimana kondisi pelanggan mereka dan segmen pasar yang telah dipilih oleh perusahaan untuk bersaing dengan kompetitor mereka. Segmen yang telah mereka pilih ini mencerminkan keberadaan pelanggan tersebut sebagai sumber pendapatan mereka. Dalam perspektif
ini, pengukuran dilakukan dengan lima aspek utama, yaitu :

1) Pengukuran Pangsa Pasar
Pengukuran terhadap besarnya pangsa pasar perusahaan
mencerminkan proporsi bisnis dalam satu era bisnis tertentu yang
diungkapkan dalam bentuk uang, jumlah pelanggan, atau unit
volume yang terjual atas setiap unit produk yang terjual
2) Customer Retention (Pertumbuhan / Mempertahankan Pelanggan)
Pengukuran dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya
prosentase pertumbuhan bisnis dengan jumlah pelanggan yang saat
ini dimiliki oleh perusahaan.
3) Customer Acquisition (Menarik / Perolehan Pelanggan Baru)
Pengukuran dapat dilakukan melalui prosentase jumlah penambah
customer baru dan perbandingan total penjualan dengan jumlah
customer baru yang ada.
4) Customer Satisfaction (Kepuasan Pelanggan)
Pengukuran terhadap tingkat kepuasan pelanggan ini dapat
dilakukan dengan berbagai macam teknik diantaranya adalah:
survei melalui surat (pos), interview melalui telepon, atau personal
interview.
5) Customer Profitability
Pengukuran terhadap keuntungan bersih yang diperoleh dari
pelanggan atau segmen tertentu setelah menghitung berbagai
pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan tersebut.
Oleh karena aspek tersebut masih bersifat terbatas, maka perlu
dilakukan pengukuran-pengukuran yang lain yaitu pengukuran terhadap
semua aktivitas yang mencerminkan nilai tambah bagi customer yang
berada pada pangsa pasar perusahaan. Pengukuran tersebut dapat berupa
atribut produk atau jasa yang diberikan kepada pelanggan (seperti :
kegunaan, kualitas, dan harga), hubungan atau kedekatan antara pelanggan
(seperti : pengalaman membeli dan hubungan personal), image, dan
reputasi produk atau jasa di mata pelanggan..


3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Pada perspektif ini, para manajer melakukan identifikasi berbagai
proses yang sangat penting untuk mencapai tujuan pelanggan dan
pemegang saham. Perusahaan biasanya mengembangka ukuran-ukuran
untuk perspektif ini setelah merumuskan tujuan dan ukuran finansial serta
pelanggan. Ukuran ini memungkinkan perusahaan memfokuskan
pengukuran bisnis internal kepada proses yang akan mendorong
tercapainya tujuan yang ditetapkan untuk pemegang saham dan pelangan.
Menurut Kaplan dan Norton (2000 : 96), sebagian besar sistem
pengukuran kinerja perusahaan yang ada memfokuskan kepada
peningkatan proses operasi saat ini. Balanced Scorecard menyarankan
kepada para menejer agar menentukan nilai internal lengkap yang diawali
dengan proses inovasi, mengenali kebutuhan pelanggan saat ini dan yang
akan datang, serta mengembangkan pemecahan kebutuhan tersebut,
dilanjutkan dengan proses operasi menyampaikan produk dan jasa saat ini
kepada pelanggan dan diakhiri dengan layanan purna jual yang
menawarkan layanan sesudah penjualan, yang memberikan nilai tambah
kepada produk dan jasa yang diterima pelanggan.
Setiap bisnis memiliki rangkaian proses tertentu untuk
menciptakan nilai bagi pelanggan dan memberikan hasil finansial yang
baik. Balanced Scorecard menetapkan tiga model dari proses bisnis
utamanya, yaitu :
I. Proses Inovasi
Bagi banyak perusahaan menjadi efektif, efisien dan tepat waktu
dalam proses inovasi lebih penting dari pada menjadi hebat dalam
proses operasi sehari-hari yang telah menjadi fokus tradisional dan
menjadi literature rantai nilai internal.
II. Proses Operasi
Merupakan gelombang pendek penciptaan nilai dalam perusahaan.
Dimulai dari diterimanya proses pesanan pelanggan dan diakhiri
dengan penyampaian produk dan jasa kepada pelanggan yang ada
secara efisien, konsisten dan tepat waktu.
III. Proses Layanan Purna Jual
Proses ini adalah tahap akhir rantai internal. Proses ini mencakup
garansi dan berbagai aktifitas perbaikan, pergantian, pengembalian,
serta proses-proses administrasi. Proses ini bertujuan untuk
memuaskan pelanggan. Layanan purna jual yang berhasil
memuaskan pelanggan akan memberi satu nilai tambah bagi
perusahaan di mata pelanggan.


4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini menggambarkan kemampuan organisasi untuk
menciptakan pertumbuhan jangka panjang. Menurut Kaplan dan Norton
(2000 : 109-111) mengungkapkan betapa pentingnya suatu organisasi
untuk terus memperhatikan karyawannya dan meningkatkan pengetahuan
karyawan agar karyawan dapat berpartisipasi dalam pencapaian hasil
ketiga perspektif dan tujuan perusahaan.
Dalam perspektif ini, terdapat tiga kategori utama dalam
membangun Balanced Scorecard, yaitu :
a. Kemampuan pekerja
Pengukuran dilakukan atas tiga hal pokok yaitu pengukuran terhadap
kepuasan karyawan, perputaran karyawan dalam perusahaan, dan
terhadap produktifitas karyawan.
b. Kemampuan sistem informasi
Peningkatan kualitas dan produktifitas juga dipengaruhi oleh akses
terhadap sistem informasi yang dimiliki perusahaan. Pengukuran
terhadap akses informasi yang dimiliki perusahaan dapat dilakukan
dengan mengukur persentase ketersediaan informasi yang diperlukan
oleh karyawan mengenai pelanggannya, dan persentase ketersediaan
informasi mengenai biaya produksi.
c. Motivasi, pemberdayaan, dan keselarasan
Pengukuran terhadap motivasi karyawan dapat dilakukan melalui
beberapa dimensi, yaitu :
- Pengukuran terhadap saran yang diberikan kepada perusahaan.
- Pengukuran atas perbaikan dan peningkatan kinerja karyawan.

1 komentar:

  1. Assalamu'alaikum.
    Kak, sya mau txa bagaimana cara menghubungkan SWOT dan BSC?

    BalasHapus